Translate

Copyright © 2014 News Magazine Theme. Designed by Ang Li-JASON. Powered by Blogger.
Home » » Refleksi Lirikal dari December Flower, IN FLAMES

Refleksi Lirikal dari December Flower, IN FLAMES

"Kami adalah penggelora jiwa. Terarah menuju lapisan langit yang padam. Kami adalah penggelar karya sekaligus tekstur yang mengubah wajah bumi" (In Flames - December Flower)

Ilustrasi December Flower via Tattoo. Img Source: Angli-Vs-jason.Blogspot

Refleksi ini merupakan bentuk catatan panjang lebar yang dipadatkan dari apa yang saya rasakan saat mendengar lagu berjudul December Flower. Sebuah tembang yang datang dari band ber-genre melodic death metal legendaris asal Swedia, In Flames.

December Flower merupakan track dari studio album Jester Race yang rilis di tahun 1996 lalu. Lagu ini memang sudah dikalahkan oleh usia — namun dengan gaya musik Gothenburg metal khas negara Skandinavia yang menyuguhkan dual lead gitar — membuatnya tetap terasa asik tanpa bisa diganggu gugat oleh pergantian era. 

Kisah dari sebuah bunga adalah salah satu yang nampak jelas pada lirik lagu ini. Berdasarkan budaya barat, December flower disebut juga sebagai bunga Poinsettia, yang mana bunga tersebut bermakna "engkaulah satu-satunya yang istimewa". Bunga jenis ini juga merupakan simbol dari sifat manis ,ketulusan, keajaiban, rasa mengagumi diri sendiri, dan kesombongan. 

Banyak species tanaman dalam genus Euphorbia sangat beracun, poinsettia ini termasuk dalam genus tersebut.  Getahnya yang putih kental  bisa mengakibatkan iritasi pada mata dan kulit. Namun untuk hal tersebut, bunga poinsettia tidak bisa dikategorikan sebagai tanaman beracun karena hanya mengakibatkan iritasi dan bukan kematian.

Lagu ini menggambarkan siklus ironi kehidupan bunga Poinsettia yang hanya tumbuh sesaat pada sebuah musim dingin yang ganas. Desember sendiri merupakan bulan dimana salju turun dengan lebat dan bunga ini bisa hidup. Ia seperti dipermainkan; “menampakkan diri sesaat lalu tertidur hingga akhir tahun”. Sedangkan cengkraman akarnya selalu menancap erat ke tanah agar ia tak tersentuh kebekuan. Bunga ini terlalu naif untuk memperjuangkan hidupnya. Padahal ia seperti apapun hanya akan mampu hidup selama 5-20 hari saja. Seperti takdir yang harus ia jalani. Sebuah hal yang tak mungkin bisa ia sangkal. Saat kembali tertidur untuk menanti snowflake dan musim dingin berikutnya, ia hanya menyisakan akar. Sedangkan batang, dedaunan, dan bunganya yang mempesona akan terbangkaikan begitu saja.

Namun dilain sisi, kisah hidupnya amatlah heroik karena mencerminkan keceriaan dan keriangan. Orang barat menjadikan bunga ini sebagai sebuah penanda perayaan Desember yang penuh kegembiraan. Ia pergi jauh menunggu restorasi, lalu berpulang menuju tempat peristirahatan yang sama dimana ia berpijak. Menanti langit memuntahkan butiran putih yang berserakan pada batu pualam, dan ia akan dibangkitkan. Vice versa paradoks kehidupan. Saat keadaan sekitar muram, ia justru hanya satu dari beberapa yang mampu menyala. 

"Puspa permata fana,  kesetiaanmu setara dengan kematian    
Putih dan abu-abu yang merujuk pada hiasan batu nisan 
Sedang hijau maya menjelma warna kepergianmu  
Kau tawarkan repetisi dan hanya dapat dinikmati pada galeri yang menyungsum dan berjarak 
Kau nyalakan sendiri rupa warna indahmu dalam kebekuan 
Dan kau juga adalah nyala api 
Merah hati, gelora jiwa dan dwi warna yang menjembatani berpendarnya keadaan  
Musim adalah panggilan untukmu berperan, yang akan senantiasa melukismu dalam wujud serupa 
Dengan satuan warna setengah tak rata, senada, yang terasa tak pernah putus"(Ang)


Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment